Bercerminlah Pada Hati Anda Sendiri

on Selasa, 04 Oktober 2011

Terkadang secara tidak sadar kita begitu sering memandang orang lain tanpa memandang diri sendiri terlebih dulu. Sehingga apa yang tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca : lebih buruk), bahkan berpikir seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang berhak tinggal di dunia ini.
Setelah itu tidak jarang keluar kata kata yang yang juga meremehkan, mengecilkan dari mulut ini sebagai kelanjutan dati pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, sering kali dilakukan tanpa tanpa sadar karena memang bermula drai dada (hati) ini.
Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang orang yang kita anggap lebih buruk (baca : diolok - olok) itu hina, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cermin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun.
Saudaraku, jika mungkin tidak secara lisan kita menghinakan, mencaci, mengecilkan atau menganggap remeh orang lain, bisa jadi kita juga melakukan semua itu dengan sikap, cairan bibir, gerakan badan, ekspresi wajah atau hanya sekedar menghinanya dalam hati.
Betapa sering kita melemparkan uang kecil dari balik pagar tinggi kpd pengemis, atau bahkan lontaran kata "maaf" sambil berbalik dengan mulut menggerutu berharap pengemis itu tidak datang kembali di lain hari.
Sesekali dada ini membusung saat menghadapi atau berbicara dengan orang lain yang kita anggap dalam posisi tidak lebih baik, tidak lebih beruntung, tidak lebih pintar, tidak lebih tua. Bibir ini boleh jadi mengembangkan senyum saat berbicara dengan orang orang itu, tapi senyum itu tentu akan sangat menyakitkan bila mereka tahu bahwa hati ini sedang menghinakannya.
Ketahuilaha saudaraku, manusia yang terlalu sering dihinakan, dizhalimi lebih peka mata bathinnya sehingga mereka bisa dengan jelas membedakan mana keikhlasan dan mana kepalsuan atau kemunafikan. Mungkin kita merasa gerah, tidak betah bila harus berlama - lama dengan orang - orang yang pakaiannya tidak sebagus yang kita kenakan, orang - orang yang menu makanannya jauh berbeda secara harga apalagi kandungan gizinya, dengan orang - orang yang tidak memiliki kendaraan spt punya kita,  tidak bekerja spt kita yang karyawan, profesionalis, wanita karir, pengusaha, tidak berpenghasilan sebanyak yang kita dapat, tidak berpendidikan setinggi yang kita raih.
Sungguh juga saudaraku, cermin hati ini begitu kotor, sehingga memburamkan mata hati ini dari melihat keberadaan malaikat Allah di antara kita dengan orang - orang itu yang begitu dekat dan melekat.
Nu’man bin Muqrin berkata : " Bahwasanya ada seorang laki - laki mencaci orang lain di sisi Nabi, kemudian orang yang dicaci mengatakan : "Mudah - mudahan keselamatan tercurah atasmu". Lalu Nabi bersabda : " ketahuilah bahwasanya ada malaikat di antara kamu berdua membelamu; setiap kali orang ini mencacimu. Malaikat itu berkata kpdnya : " tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak thd cacian itu; dan jika engkau mengatakan : "Mudah - mudahan keselamatan tercurah atasmu", maka malaikat itu berkata : "Tidak, tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak terhadapnya." (HR.Ahmad)
Saudaraku, mari segera kita bersihkan cermin hati ini, basuhlah ia dengan memperbanyak mengagungkan kebesaran Allah, sehingga mengikis habis kesombongan yang sekian lama terhujam dalam hati ini.
Tanamilah benih - benih kebajikan dan amal sholeh di dasarnya, sehingga menumbuhkan bunga - bunga kesamaan dan penghormatan terhadap sesama serta siramilah selalu hingga ke akarnya dengan air kesyukuran, sehingga memupuk kerendahan hati ini.