Mengentaskan Kemiskinan

on Rabu, 07 November 2012


Dalam sebuah kisah, suatu hati Rasulullah SAW didatangi seorang penggemis yang pakaiannya compang-camping. Wajah laki-laki itu tampak sedih dan mengenaskan. Tentu saja Rasul kasihan. Tapi tahukah Anda, apa yang diberikan Rasul kepada pengemis itu?
            Bukan uang atau makanan, tetapi sebuah kampak tajam sambil bersabda, “Pergilah ke hutan. Kumpulkan kayu bakar. Jual dan kembalilah kepadaku setelah lima belas hari.” (HR. Abu Dawud). Subhanallah. Begitulah Rasul kita. Sang guru besar yang selalu mendidik dan mengajari umatnya. Rasul tidak memanja pengemis dengan memberi uang atau makanan, tetapi memberinya kampak untuk bekerja. Sebab dengan bekerja, sang pengemis bias kembali mempunyai harga diri di mata masyarakat.
            Kita, paling tidak, bias mengambil dua hikmah dari hadist Rasul SAW diatas. Pertama bahwa bantuan langsung yang diberikan kepada masyarakat miskin bukanlah solusitepat untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab, bantuan-bantuan seperti itu malah berpotensi memanjakan mereka dengan terus-menerus menggantungkan harapan pada datangnya bantuan. Justru yang efektif adalah membuka lapangan kerja bagi si miskin, atau memberi modal untuk usaha.
            Kedua, tidak perlu gengsi dalam bekerja. Apa saja, asal halal dan terhormat, kita hendaknya dengan senang hati menjalaninya. Terkadang kita gengsi dan memilah-milah pekerjaan. Kita ingin selalu bekerja yang enak, bergaji besar, punya prestise, dan disanjung orang.
            Kita lupa Rasulullah SAW dan nabi-nabi yang lain bekerja sebagai pengembala. Kita pun mungkin tak tahu bahwa sahabat Abu Hurairah, sang perawi hadist paling andal, bekerja sebagai pembantu. Bahkan, gajinya hanya sepiring nasi untuk mengganjal perut kosong. Agama Islam mengarahkan umatnya untuk tidak menjadi beban masyarakat. Untuk bekerja apa saja tanpa harus merasa gengsi, selagi itu halal. Menjadi penjual kayu bakar dalam pandangan agama jauh lebih terhormat dan mulia ketimbang menggemis yang sangat tidak dianjurkan.
            Sekarang, mari kita lihat nasib si penggemis tersebut. Setelah waktu yang ditentukan, si penggemis benar datang menghadap Rasul. Tapi, sudah bukan lagi seperti lelaki pada waktu lima belas hari yang lalu. Dia datang dengan baju yang tidak compang-camping. Dia datang dengan semangat baru, jiwa baru, kondisi baru, bahkan denganpostur tubuhbaru, yang lebih sengar. Kondisinya sama sekali berubah. Dia sukses menjadi pedagang kayu bakar hingga kembali hormat penuh percaya diri. Itulah nilai sebuah usaha.