Kekuatan Sang Waktu

on Rabu, 12 September 2012

    
Mungkin diantara kita ada yang sering melihat seseorang atau sebagian kerumunan oaring yang menghabiskan waktu dengan nongkrong, merokok, bercanda ria, jalan-jalan, main game, ngobrol kesana-sini tanpa memikirkan dampaknya, atau pula melihat seseorang yang melamun, hanya mendengarkan musik, hanya menonton film dan lainnya. Tanpa kita sadari aktivitas tersebut mungkin saja bagian dari aktivitas kita sehari-hari. Hal itu adalah lumrah karena kita adalah manusia biasa, bukan Nabi atau Rasul.
Diantara aktivitas tersebut tidak ada yang salah, karena mungkin saja sebagian orang melakukan aktivitas tersebut adalah berupa refresing, mengisi waktu luang untuk menghilangkan rasa stress dan sebagainya. Tapi mungkin juga diantara kita, sering melakukan aktivitas tersebut tanpa ada alas an, yang nota bene menjadi bagian dari aktivitas kita sehari-hari.
Kalau kita perhatikan kisah para alim ulama dan orang-orang terkemuka sebelumnya, mereka sangat memperhatikan waktu. Mengapa? Karena mereka begitu paham mengenai pentingnya waktu bagi mereka. Hal ini berbeda jauh dengan kita, kita mungkin tidak sadar begitu berharganya dan mahalnya waktu bagi kita.
Dalam suatu kesempatan Hasan Albana pernah menyatakan; “Alwajibatu Aktsaru minal Auqat”, bahwa  kewajiban (kita sebagai manusia) itu lebih banyak dari pada waktu yang yang tersedia. Jika kita renungkan pernyataan tersebut, maka kontennya begitu syarat dengan makna. Kalau kita sadar dengan kewajiban kita sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya, maka tentunya kita tidak akan menyia-nyiakan waktu yang telah Allah anugrahkan kepada kita semua. Kewajiban kita sebagai hamba Allah adalah untuk senantiasa menyambahnya, beribadah kepada-Nya. Setiap waktu yang tersedia adalah untuk mengabdi kepada-Nya. Makannya Rasul pernah bersabda, Hayatunna Kulluha ‘Ibadatun, bahwa seluruh kehidupan kita hanyalah untuk beribadah.
Dengan demikian jika setiap orang sadar atas kewajibannya kepada Allah SWT, maka segala aktifitas dalam kehidupan kita ternyata lebih banyak tugas kita dari pada waktu yang tersedia. Dari mulai kewajiban kita untuk menjalankan segala perintah Allah SWT, bersyukur kepada-Nya, mengabdi kepada-Nya, melakukan dakwah (Amar Ma’ruf Nahyi Mungkar), mencari nafkah untuk anak dan istri, serta masih banyak lagi kewajiban-kewajiban kita untuk mengabdi kepada-Nya dari pada waktu yang telah disediakan oleh Allah untuk kita semua.
Jika kita sadar bahwa kewajiban kita itu lebih banyak dari pada waktu yang tersedia, kita akan merasakan begitu mahalnya waktu, dan begitu pentingnya waktu. Begitu mahalnya waktu, sehingga walaupun hanya satu detik waktu tidak akan bisa kembali. Dia berjalan secara berkelanjutan tanpa pernah kembali. Maka dari itu salah seorang penyair menyatakan ; Alwaqtu Ka Adz-dzahab, waktu bagaikan emas, dalam pengertian bahwa waktu itu begitu mahal dan penting. Jika kita membuangnya secara sia-sia tanpa diisi dengan kegiatan yang bermakna/bermanfaat, maka kita akan sangat rugi. Mampukah kita memanfaatkan waktu yang tersedia, sehingga kita menguasainya? Hal ini pernah dinyatakan oleh pepatah lama bahwa “Alwaqtu ka As-Saif, fain-lam taqtha’hu qtha’aka”, waktu itu bagaikan pedang jika kamu tidak dapat menggunakannya maka waktu akan membunuhmu. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa jika kita tidak mampu menguasai, memanfaatkan atau menundukan waktu, maka waktu yang akan menguasai kita, yang akan membunuh kita sehingga kita akan rugi atasnya.
Maka pantaslah Allah telah menyindir dalam firman-Nya, “Wal Ashri” (Qs. Al-Ash:1), demi waktu. Dalam ayat diatas kalimat wau dalam kata “Wal Ashri” adalah wau qasam, yang berarti sumpah. Artinya Allah telah bersumpah dengan waktu. Jika kita melanjutkan arti dari ayat tersebut adalah bahwa  Allah telah bersumpah kepada hamba-Nya, bahwa mereka akan benar-benar rugi dengan waktu, kecuali – kata Allah – orang-orang yang senantiasa beribadah kepada-Nya (yaitu orang-orang yang senantiasa beriman dan beramal shaleh serta senantiasa saling menasehati kebenaran dan kesabaran).
Imam Hadist dan ulama besar Al-Bukhari, pernah mengikuti kajian kepada gurunya. Pada saat mengikuti kajian ia lupa membawa pulpen/pena untuk menuliskan apa yang disampaikan oleh gurunya. Tanpa ada penyesalan, ia membeli pulpen/pena temannya dengan harga yang sangat tinggi. Sungguh ia menyadari betul jika ia kembali dulu untuk membawa pulpen maka akan banyak waktu yang terbuang secara sia-sia.
Waktu yang begitu berharga adalah waktu sekarang, bukan masa lalu yang tak akan kembali, dan bukan pula waktu yang akan datang, karena belum tentu usia kita sampai padanya. Seorang Filosof Barat menyatakan; “The Past is dead, the future is imaginary, happiness can only be in the eternal now momwnt”. Masa lalu itu sudah tidak berarti (mati), masa datang masih dalam angan-angan, sedangkan masa sekaranglah kebahagian akan didapatkan.
Dengan demikian, marilah kita memanfaatkan waktu sekarang dengan segala aktifitas yang bermanfaat. Niatkan semua aktifitas kita (yang diridhai Allah) karena Allah, supaya aktifitas tersebut menjadikan ibadah. Karena semua kehidupan kita ibadah.